Pages

On Thursday, December 17, 2009 0 comments

   Pertama, dalam hubungannya dengan kota, maka desa yang merupakan "hinterland" atau daerah dukung berfungsi sebagai suatu daerah pemberian bahan makanan pokok seperti padi, jagung, ketela, di samping bahan makanan lain seperti kacang, kedelai, buah-buahan, dan bahan makanan lain yang berasal dari hewan.

   Kedua, desa ditinjau dari sudut potensi ekonomi berfungsi sebagai lumbung bahan mentah (raw material) dan tenaga kerja (man power) yang tidak kecil artinya.

   Ketiga, dari segi kegiatan kerja (occupation) desa dapat merupakan desa agraris, desa manufaktur, desa industri, desa nelayan, dan sebagainya.
Desa-desa di Jawa banyak berfungsi sebagai desa agraris. Beberapa desa di Jawa sudah dapat pula menunjukkan perkembangan-perkembangan yang baru, yaitu dengan timbulnya industri-industri kecil di daerah pedesaan dan merupakan "rural industries".
Menurut sutopo Yuwono : "Salah satu peranan pokok desa terletak di bidang ekonomi. Daerah pedesaan merupakan tempat produksi pangan dan produksi komoditi ekspor. Peranan yang vital menyangkut produksi pangan yang akan menentukan tingkat kerawanan dalam jangka pembinaan ketahanan nasional. Oleh karena itu, peranan masyarakat pedesaan dalam mencapai sasaran swasembda pangan adalah penting sekali, bahkan bersifat vital.

   Masyarakat desa perkebunan adalah produsen komoditi untuk ekspor. Peranan mereka untuk meningkatkan volume dan kualitas komoditi seperti kelapa sawit, lada, kopi, teh, karet, dan sebagainya tidak kalah pentingnya dilihat dari segi usaha untuk meningkatkan ekspor dan memperoleh devisa yang diperlukan sebagai dana guna mempercepat proses pembangunan. Peningkatan hasil dari ekspor komoditi non minyak berarti mengurangi ketergantungan kita dari hasil ekspor minyak, yang pada gilirannya akan memperkuat ketahanan ekonomi dalam rangka pembinaan ketahanan nasional.
Demikian pula sama pentingnya peranan dari masyarakat desa pantai sebagai produsen bahan pangan protein tinggi. Peranan mereka perlu ditingkatkan dan dibina sedemikian rupa, sehingga hasil usaha mereka berupa ikan dan udang tidak hanya melayani kebutuhan konsumsi dalam negeri, tetapi juga untuk ekspor.
Keherhasilan dalam menggali dan mengembangkan potensi daerah pedesaan yang bermacam-macam itu akan memperkuat ketahanan secara nasional.

   Wadah pengorganisasian itu sudah ada antara lain yang disebut Lembaga Sosial Desa yang kemudian fungsinya disempurnakan serta ditingkatkan sejak akhir Maret 1980, dan namanya diganti menjadi Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa berdasarkan Keputusan Presiden No.28 Tahun 1980.
Dalam keputusan itu antara lain dikatakan bahwa desa secara keseluruhan merupakan landasan ketahanan nasional dan perlu memiliki suatu lembaga desa sebagai wadah partisipasi masyarakat dalam rangka pembangunan desa yang menyeluruh dan terpadu. Lembaga demikian harus mampu merencanakan dan melaksanakan pembangunan di desa sehingga dapat mewujudkan ketahanan desa yang mantap.
Desa biasanya didiami oleh beberapa ribu orang raja, yang sebagian besar masih keluarga/kerabat. Maka sering kita jumpai bahwa satu desa tersebut merupakan satu saudara semua/kerabat. Untuk mengatur hubungan kekeluargaan menjadi lebih dekat, maka kerabat yang strukturnya sudah jauh dikawinkan dengan keturunannya. Hal ini disebabkan juga oleh cakrawala pandangan orang desa/hubungan orang desa yang relatif terbatas. Bagi desa yang subur, biasanya jumlah penduduknya padat misalnya : desa-desa di pulau Jawa, Madura, dan Bali. Hal ini terjadi karena banyaknya pendatang baru desa lain di sekelilingnya. Dengan pola perkembangan penduduk di desa seperti di atas, pada umumnya masyarakat desa merupakan masyarakat yang homogen.

   Hubungan sosial pada masyarakat desa terjadi secara kekeluargaan, dan jauh menyangkut masalah-masalah pribadi. Satu dengan yang lain mengenal secara rapat, menghayati secara mendasar. Suka atau duka yang dirasakan oleh salah satu anggota akan dirasakan oleh seluruh anggota. Pertemuan-pertemuan dan kerja sama untuk kepentingan sosial lebih diutamakan daripada kepentingan individu. Segala kehidupan sehari-hari diwarnai dengan gotong royong. Misalnya mendirikan rumah, mengerjakan sawah, menggali sumur, maupun melayat orang meninggal.

   Tetapi di lain pihak pengendalian sosial terasa sangat ketat, sehingga perkembangan jiwa individu sulit untuk dilaksanakan. Keadaan demikian berjalan terus menerus dan sulit untuk mengadakan perubahan. Jalan pikiran yang kolot, tidak ekonomis yang sudah menjadi tradisi juga sulit untuk diubah, walaupun pandangan-pandangan tersebut sebenarnya tidak dapat diterima oleh akal pikiran manusia. Sehingga bilamana seorang anggota masyarakat desa yang bersangkutan tidak melaksanakan sesuatu yang sudah menjadi tradisi desa tersebut, dinyatakan salah dan dikucilkan.
Hubungan antara penguasa dengan rakyat berlangsung secara tidak resmi. Seorang penguasa sekaligus mempunyai beberapa kedudukan serta peranan yang sulit untuk dihindarkan/dipisahkan dengan kedudukan yang sebenarnya. Misalnya : seorang kepala desa sekaligus ia sebagai orang atau sesepuh masyarakat sekitarnya. Apa yang ia katakan dianggap sebagai pegangan dan pandangan hidup dari masyarakat. namun juga terjadi sebaliknya, bahwa hubungan yang sebenarnya tidak resmi diangkat menjadi resmi. Orang-orang tua pemuka-pemuka masyarakat (pemuka agama, kelompok tani, ketua suku), mereka ikuti dan menjadi pola anutan. Kelemahannya bilamana golongan orang tua yang seharusnya menjadi pola anutan dan pola ikatan dari masyarakat yang bersangkutan mempunyai pandangan-pandangan tradisional adat yang tidak rasional. Sehingga akan terjadi kesalahan arah dan langkah dari masyarakat yang bersangkutan yang sulit untuk dihindarkan. Dalam hal ini para pemuda masyarakat desa merasa tertekan dan terjepit oleh adat istiadat secara ketat. Sehingga mengakibatkan pola hidup yang monoton, sulit untuk tumbuh dan berkembang khususnya bagi para pemudanya.

   Kehidupan keagamaan (magis religius) berlangsung sangat kuat dan serius. Semua kehidupan dan tingkah laku dijiwai oleh agama, hal ini disebabkan cara berpikir masyarakat desa yang kurang rasional. Misalnya : suku bangsa Tengger, suku bangsa Jawa dan Bali. Pada masyarakat desa (Jawa), sering dilakukan upacara-upacara keagamaan untuk minta hujan, minta rejeki, minta selamat dan sebagainya. Pada acara-acara tertentu tidak lepas dari upacara keagamaan pula, misalnya : pada waktu mendirikan rumah, melahirkan anak, memetik panen, mengawinkan anaknya dan sebagainya. Semua dilakukan dengan mengadakan sesaji tertentu, sehingga apa yang mereka maksud dapat tercapai. Perhatian pada kesehatan, kebersihan lingkungan, maupun perhitungan ekonomis kurang, asalkan pandangan menurut agama dan adat positif, cara demikianlah yang dipilihnya.

   Perkembangan teknologi pada masyarakat desa terjadi sangat lamban, semua berjalan sangat tradisional. Barang-barang hasil produksinya adalah barang pertanian maupun barang kerajinan, yang semuanya tersebut dikerjakan secara tradisional. Hasil teknologi modern yang masuk ke daerah/pedesaan hanyalah barang-barang konsumsi (TV, Radio, Tape recorder, dan lain sebagainya). Sedang barang-barang modal atau barang antara (Mesin, dan lain-lain), belum dapat dimanfaatkan dengan baik. Hal ini mengingat situasi dan kon disi-kondisi daerah pedesaan di Indonesia ini belum mengijinkan.

0 comments:

Post a Comment