Jakarta - Komisi XI DPR-RI akan meminta audit investigasi kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait kasus pembelian pesawat M-60 asal China. Hal ini karena DPR belum puas mendapatkan keterangan-keterangan dari Pemerintah dan PT Merpati Nusantara Airlines.
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Aziz dari Fraksi Golkar ketika memimpin rapat dengar pendapat di Senayan, Jakarta, Kamis (12/5/2011).
"Kemungkinannya kita minta keputusan untuk meminta audit investigasi, supaya khusus melakukan audit terkait masalah SLA (Subsidiary Loan Agreement) MA-60," katanya, ketika memimpin rapat dengar pendapat dengan Pemerintah dan Merpati yang dihadiri oleh Sekjen Kementerian Keuangan Mulia Nasution dan juga jajaran Direksi Merpati.
Harry mengatakan bahwa soal audit investigasi ini menjadi keputusan yang diminta Komisi XI DPR-RI. Alasannya pihaknya sudah berkali-kali meminta penjelasan lebih dalam dari pihak Pemerintah dan Merpati, namun jawaban yang memuaskan belum ada.
"Itu bisa, apalagi kita juga selama ini mempertanyakan tentang kepatuhan taat asas. Kan masih ada masalah terkait kontrak yang sudah ada lebih dulu sebelum disetujui di APBN dan sebagainya," timpal Andi Timo anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat.
Rapat hari ini berakhir dengan penundaan untuk kedua kalinya, dimana pihak Komisi XI membuat kesimpulan sementara atas permasalahan tersebut dan melanjutkannya kembali pada 30 Mei 2011 nanti.
"Memanggil audit investigasi itu bisa menjadi opsi alternatif dari kami, jika saja permasalahan ini tidak selesai," jelas Harry.
Seperti diketahui, semenjak jatuhnya pesawat MA-60 milik Merpati pada Sabtu (7/5/2011) lalu membuat Komisi XI bereaksi untuk memanggil para pihak yang bertanggung jawab untuk itu. Komisi XI melihat hal ini perlu dilihat dari segi keuangan, untuk mengetahui apa yang terjadi pada proses pengadaan tersebut.
Kemudian, setelah rapat dengar pendapat diadakan, Komisi XI merasa menemukan adanya beberapa kejanggalan, misalnya persetujuan pengadaan SLA MA-60 yang menurut Komisi XI belum disetujui, namun sudah masuk ke APBN, termasuk juga terkait pembelian pesawat yang pada awalnya B to B namun menjadi G to G.
"Sekarang terus kita tanyakan, tapi kembali pemerintah menjawabnya hanya secara umum. Apa yang ada pada Joint Meeting Comission (antara RI dan China), kita tanya, lalu di mana posisi MNA (Merpati) kok tiba-tiba memilih pesawat China itu. Itu kan belum dijawab. Apalagi nanti kita yakin kalau pesawat tersebut tidak aman?" ucap Harry.
Demikian disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Aziz dari Fraksi Golkar ketika memimpin rapat dengar pendapat di Senayan, Jakarta, Kamis (12/5/2011).
"Kemungkinannya kita minta keputusan untuk meminta audit investigasi, supaya khusus melakukan audit terkait masalah SLA (Subsidiary Loan Agreement) MA-60," katanya, ketika memimpin rapat dengar pendapat dengan Pemerintah dan Merpati yang dihadiri oleh Sekjen Kementerian Keuangan Mulia Nasution dan juga jajaran Direksi Merpati.
Harry mengatakan bahwa soal audit investigasi ini menjadi keputusan yang diminta Komisi XI DPR-RI. Alasannya pihaknya sudah berkali-kali meminta penjelasan lebih dalam dari pihak Pemerintah dan Merpati, namun jawaban yang memuaskan belum ada.
"Itu bisa, apalagi kita juga selama ini mempertanyakan tentang kepatuhan taat asas. Kan masih ada masalah terkait kontrak yang sudah ada lebih dulu sebelum disetujui di APBN dan sebagainya," timpal Andi Timo anggota Komisi XI dari Fraksi Partai Demokrat.
Rapat hari ini berakhir dengan penundaan untuk kedua kalinya, dimana pihak Komisi XI membuat kesimpulan sementara atas permasalahan tersebut dan melanjutkannya kembali pada 30 Mei 2011 nanti.
"Memanggil audit investigasi itu bisa menjadi opsi alternatif dari kami, jika saja permasalahan ini tidak selesai," jelas Harry.
Seperti diketahui, semenjak jatuhnya pesawat MA-60 milik Merpati pada Sabtu (7/5/2011) lalu membuat Komisi XI bereaksi untuk memanggil para pihak yang bertanggung jawab untuk itu. Komisi XI melihat hal ini perlu dilihat dari segi keuangan, untuk mengetahui apa yang terjadi pada proses pengadaan tersebut.
Kemudian, setelah rapat dengar pendapat diadakan, Komisi XI merasa menemukan adanya beberapa kejanggalan, misalnya persetujuan pengadaan SLA MA-60 yang menurut Komisi XI belum disetujui, namun sudah masuk ke APBN, termasuk juga terkait pembelian pesawat yang pada awalnya B to B namun menjadi G to G.
"Sekarang terus kita tanyakan, tapi kembali pemerintah menjawabnya hanya secara umum. Apa yang ada pada Joint Meeting Comission (antara RI dan China), kita tanya, lalu di mana posisi MNA (Merpati) kok tiba-tiba memilih pesawat China itu. Itu kan belum dijawab. Apalagi nanti kita yakin kalau pesawat tersebut tidak aman?" ucap Harry.
sumber : detik.com

0 comments:
Post a Comment